Sukabumi, (faktahukum.co.id) – Nasib bagi seorang guru honorer memang masih tergolong jauh dari cukup untuk membiayai keluarga. Soalnya, honor yang didapat perbulannya itu terbilang minus, terlebih harus membiayai kehidupan istri dan kedua anaknya. Padahal ia sudah mengabdi belasan tahun dalam memberikan ilmu kepada anak didiknya.
Hal ini seperti yang dialami oleh Pepi Hamdani (36), seorang guru honorer di SDN 2 Bantarpanjang, Kecamatan Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi. Pepi yang sudah mencurahkan pengabdiannya sebagai tenaga guru honorer selama 14 tahun itu hanya menerima Rp. 400 ribu/bulan. Itupun dia harus menunggu selama 3 bulan sekali, karena anggaran tersebut bersumber dari dana BOS.
Laki-laki berusia 36 tahun warga desa Bojongjengkol, Kecamatan Jampang Tengah ini terpaksa harus mengambil pekerjaan tambahan yang membahayakan dirinya sebagai kuli angkut kayu dari Perum Perhutani di Kp Bungur Rt. 15/ Rw 04 Desa Bojongjengkol Kecamatan Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi.
Dengan bermodalkan sepeda motor, ia mampu mengangkut sebanyak 13 kayu gelondongan ukuran panjang 1,5 meter yang menempuh jarak sejauh 2 kilometer. Walaupun lokasi tempat ia bekerja di dalam hutan yang jauh dari pemukiman warga, kondisi jalan yang licin, terjal dan sangat rawan dengan keselamatannya, ia tetap menjalani demi mencukupi kebutuhan keluarganya.
Bahkan, tidak jarang kendaraan yang ia gunakan itu mengalami kerusakan dan kecelakaan karena beban kayu yang berat. Adapun upah yang ia dapat dari angkut kayu tebangan itu sebesar Rp. 110 ribu per kubik. Rata-rata ia hanya bisa bawa kayu sebanyak 2 kubik per hari. Dalam sehari ia bisa membawa hasil Rp. 220 ribu. Pendapatan itu tidak seimbang dengan resiko yang ia emban, karena pendapatan itu sudah termasuk biaya perbaikan motornya yang rusak.
Hingga sampai saat ini ia hanya bisa pasrah menjalani rutinitasnya itu sambil menunggu harapan uluran tangan serta solusi dari Pemerintah Kabupaten Sukabumi. (Ade Hermawan)