Beranda ARTIKEL Waspadai Predator Anak Mengintai

Waspadai Predator Anak Mengintai

0
BERBAGI

Ahmad Subhan (Foto: Dokumen pribadi).

                              Oleh: Ahmad Subhan

 

Pandeglang, Banten – Kaitan Kejadian Kasus yang dididuga pencabulan/sodomi terhadap anak-anak yang terjadi di Kecamatan Kaduhejo Pandeglang. Mirisnya, ini dilakukan oleh seorang tetangganya yang masih satu dalam ruang lingkup rt setempat.

Informasi yang dihimpun sudah dilaporan ke pihak berwenang oleh orang tua korban dan tidak menutup kemungkinan akan bertambah jumlah korbannya.

Saat ini anak-anak korban dalam pendampingan kami sebagai pekerja sosial.

Para korban saat ini telah mendapatkan pemulihan multi layanan dan dukungan psikososial dari pendampingan Pekerja Sosial, UPT P2TP2A dan Kementerian Sosial melalui Sentra Galih Pakuan Bogor.

Menanggapi kasus tersebut, Penulis dan sebagai Pekerja Sosial, meminta dengan tegas agar aparat penegak hukum memberikan hukuman yang setimpal bagi tersangka bilamana terbukti secara hukum dan mengimbau agar orang tua mampu meningkatkan kepercayaan diri anak – anaknya dan mengawasi perubahan anak, serta mengimbau agar pihak lingkungan juga ikut terlibat dalam upaya perlindungan anak.

Saya meminta agar aparat penegak hukum memberikan hukuman yang berat sesuai tindakan tersangka bila terbukti melakukan pencabulan. Saya pun mengimbau agar para orang tua lebih peka terhadap perubahan pada anak. Selain itu, orang tua juga harus mampu meningkatkan kepercayaan diri pada anak agar jangan mudah terbujuk iming-iming orang yang tidak dikenalnya.

BACA JUGA :   Tuntutan bagi Kalangan Dosen: Kompetensi dan Integritas

Jika terbukti apa yang telah dilakukan oleh pelaku telah mengarah pada pelanggaran Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dimana Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Jika tersangka terbukti bersalah, maka tersangka akan dijerat Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi UU, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Dari hasil telaah Pekerja Sosial dengan melakukan rafid assement dengan anak-anak korban rata-rata berusia sekitar 8 tahun.

Maka saya sebagai pekerja sosial menggaris bawahi beberapa hal :

BACA JUGA :   Taiwan Perkuat Kerja Sama Internasional Melawan Penipuan Layanan Keuangan Digital

1)  Jumlah korban
tidak tertutup bertambahnya korban lebih dari 2 orang dari yang yang sudah diidentifikasi dan divisum (Cek lab dll).

Hal ini sangat memungkinkan karena rata-rata anak yang menjadi korban kemudian diminta tersangka untuk mengajak teman lainnya.

2. Pentingnya early warning (peringatan dini) dalam aspek edukasi.

Pertama, memberikan pemahaman dan edukasi kepada anak agar menjadi diri sendiri dan berani bercerita, sehingga anak tidak mudah tergiur dengan ajakan atau iming-iming yang tidak tau asal darimana orang yang tidak dikenal.

Kedua, mengajarkan tentang pentingnya menjaga anggota tubuh terutama bagian tubuh yang terlarang secara sehat.

Ketiga, bagaimana berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal, berani menolak/menghindari perilaku yang beresiko. sangat penting untuk diberikan kepada anak oleh orang tua, pendidik, masyarakat.

Karena kepolosan anak-anak yang memiliki rasa penasaran yang tinggi saat ditawari tersangka dengan iming-iming jajanan, fasilitas wifi dan lainnya, menjadikan mereka korban yang mudah dibohongi dan diperdaya.

3) Intervensi lanjutan terhadap pemulihan korban.

Pasca peristiwa tersebut penting untuk penguatan terhadap anak-anak baik secara psikologis, sosial, dan membangun norma dan kesadaran hukum (dalam konteks apa yang dilakukan oleh tersangka merupakan perbuatan salah dan melanggar hukum), sehingga ini tidak menjadi framing pembenaran yang terpatri di pikiran anak agar mereka tidak menjadi korban lagi atau pelaku dikemudian hari.

BACA JUGA :   Kasus Razman Nasution: Momentum Berbenah bagi Organisasi Advokat

4) Pengkondisian agar korban tidak dijadikan sasaran bully. Dalam lingkup keluarga, teman sekolah, teman bermain, serta masyarakat dimana anak tinggal. Karena korban anak tersebut merasakan bahwa apa yang mereka terima setelah peristiwa yang menimpa mereka berupa ejekan, lebih sakit dan membuat mereka luar biasa malu dibanding apa yang mereka alami dari peristiwa kejahatan seksual itu sendiri.

Pengkondisian ini akan menjadi best practices bila berhasil dijalankan dalam masyarakat dimana locus peristiwa terjadi.

5) Optimalisasi Penegakan Hukum
Kasus ini memiliki implikasi hukum yang luas, selain konstruk hukum itu sendiri yang harus memastikan bahwa tersangka mendapatkan hukuman yang setimpal, yang mampu memberikan efek jera, disisi lain ada hak-hak korban untuk mendapatkan restitusi akibat kejahatan seksual tersebut.

Semoga ini menjadi pintu masuk dalam mengupayakan kebijakan dan program yang mampu melindungi anak-anak dikemudian hari. Wawallahualam.

 

Penulis: Ahmad Subhan (Pekerja Sosial/Dosen STIA Banten).