Pandeglang, Banten – Rumah Perempuan dan Anak (RPA) Kabupaten Pandeglang menyoroti pemberhentian kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur sebut saja Bunga, yang terjadi di Kecamatan Majasari, Pandeglang, pada Rabu (28/12/2022).
Ketua RPA Pandeglang Siti Rohayati mengatakan, bahwa sebagaimana tercantum dalam pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2022, tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
(TPKS), pelecehan seksual baik fisik maupun non fisik termasuk dalam delik aduan.
Namun ketentuan tersebut tidak berlaku bagi korban penyandang disabilitas atau anak dibawah umur.
“Mengingat korbannya anak, jadi memang kita harus mengedepankan kepentingan-kepentingan korban. Sekarang sudah disahkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, bahwa yang korbannya anak atau pun disabilitas itu sudah masuk ke delik umum bukan delik aduan,” kata Siti, Senin (13/2/2023).
Siti juga menegaskan, bahwa tidak ada ruang Restorative Justice (RJ) dalam kasus ini. Meski laporan tersebut dicabut penyidik PPA Polres Pandeglang seharusnya tetap melanjutkan kasus pencabulan tersebut.
“Sudah jelas tidak ada lagi proses restorative justice. Meski pun sudah ada pencabutan laporan, seharusnya penyidik Polres Pandeglang tetap memproses kasusnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut Siti menyampaikan, bahwa kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur tidak bisa diselesaikan melalui restoratif justice, terlebih pelaku merupakan orang dewasa.
“Masalah seperti ini tidak bisa kita biarkan, justru kita harus memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa sekarang sudah ada UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang memang mengedepankan kepentingan atau hak-hak korban,”ujarnya.
Sementara itu, Kanit PPA Satreskrim Polres Pandeglang IPDA Akbar mengatakan, bahwa pemberhentian kasus pencabulan tersebut didasari atas permintaan korban lantaran kedua belah pihak telah melakukan musyawarah.
“Jadi dicabut itu karena adanya musyawarah dan pencabutan dari korban. Orang sudah musyawarah berarti keadilannya sudah ditemukan, kalau sudah musyawarah masa mau kita masukin lagi,” kata Akbar.
Akbar berdalih bahwa langkah tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Polri (Perpol) nomor 8 tahun 2021, tentang penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restorative justice.
“Dalam aturan perpol itu tidak masuk pengecualian, yang nggak bisa (restorative justice) itu menghilangkan nyawa orang, teroris, mengganggu keamanan negara kaya makar. Itu yang nggak boleh,” tandasnya.
Untuk diketahui, sebelumnya pihak keluarga korban telah melaporkan kasus pencabulan itu ke Mapolres Pandeglang pada Sabtu (7/1/2023).
Laporan tersebut kemudian diterima oleh SPKT Polres Pandeglang dengan nomor: STPL/B/02/1/2023/SPKT/Res.Pandeglang/Banten.
Namun, pada Senin (9/1/2023), laporan tersebut dicabut dengan dasar telah dilakukan musyawarah antara pihak korban dan pelaku. (Putra/Tim).