Lihatlah Ini
Lihatlah Ini
BERITA UTAMA

RPP Undang-Undang Cipta Kerja agar libatkan partisipasi publik

×

RPP Undang-Undang Cipta Kerja agar libatkan partisipasi publik

Sebarkan artikel ini

Ketua Umum DPP Ikatan Peneliti Pemerintahan Indonesia (DPP IPPI) Dr. Hadi Supratikta, MM (Dok. pribadi)

Jakarta (faktahukum.co.id) – Dewan Pengurus Pusat Ikatan Peneliti Pemerintahan Indonesia (DPP IPPI) sebagai organisasi profesi peneliti pemerintahan yang bersifat independen mengharapkan agar pembuatan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dari Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja melibatkan partisipasi publik.

↓↓ Gulir untuk Melanjutkan ↓↓
Pasang Iklan Disini

Siaran pers DPP IPPI yang diterima di Jakarta, Selasa (13/10/20) menyebutkan, pembuatan RPP dan peraturan turunan lainnya dari undang-undang itu juga perlu melibatkan organisasi profesi, sehingga masukan dari masyarakat dapat diakomodir, selain juga diharapkan dapat menurunkan gejolak di masyarakat.

Dalam siaran pers yang ditandatangani oleh Ketua Umum DPP IPPI Dr Hadi Supratikta MM itu juga disebutkan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan pada 5 Oktober 2020 adalah produk hukum yang merupakan produk inovasi penyelenggaraan pemerintahan di era Presiden Jokowi.

BACA JUGA :   Investasi Masa Depan, Kasad Dukung Unjani Sebagai Digital-Smart Campus

Undang-undang tersebut antara lain bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik, terutama terkait penyederhanaan perijinan berusaha sehingga dapat mendorong percepatan cipta kerja bagi masyarakat.

IPPI juga mengapresiasi adanya dukungan riset dan inovasi nasional dalam Undang-Undang Cipta Kerja (Pasal 120) melalui penugasan khusus kepada BUMN, bekerjasama dengan pihak-pihak terkait yang sebelumnya tidak diatur secara spesifik di dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Pihak-pihak terkait dimaksud adalah badan usaha milik swasta, badan usaha milik daerah, koperasi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pengkajian dan penerapan dan/atau perguruan tinggi.

Disebutkan, Undang-undang Cipta Kerja juga akan mendorong lahirnya suatu model kolaborasi “pentahelic” atau lima pilar, yaitu pemerintah, masyarakat atau komunitas, akademisi, pengusaha, dan media.

BACA JUGA :   Irjen Pol. Arman Depari: Rangkul anak jalanan agar tidak terjerumus bahaya narkoba

Undang-undang itu juga akan mendorong pengembangan inovasi sampai ke desa/kelurahan melalui wadah atau rumah Kolaborasi Inovasi Desa (KID) dan Kolaborasi Inovasi Kelurahan (KIK) guna menyongsong “Indonesia Emas 2045” yang berbasiskan inovasi.

Selain itu, undang-undang tersebut juga akan mendekatkan jarak antara dunia riset dan dunia bisnis. Selama ini dunia bisnis dan dunia riset cenderung masih tidak saling mempercayai.

Dalam kaitan ini, pasal 66 ayat (1) Undang-undang Cipta Kerja menyebutkan, pemerintah pusat dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum serta riset dan inovasi nasional, sehingga “trust” yang selama ini sulit tercipta dapat diatasi.

IPPI menambahkan, manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia harus dikelola dengan tepat dan selaras dengan kebijakan yang komprehensif berbasiskan inovasi, sehingga bonus demografi dapat semaksimal mungkin dirasakan manfaatnya bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BACA JUGA :   Ahli Hukum Agraria Dr. Hasni: Terkait Lahan Kayu Antap, Pemkot Tangsel Jangan Paksakan Kehendak

Sebagaimana ditekankan dalam Undang-undang Cipta Kerja, SDM Indonesia, terutama generasi milenial lulusan SMA/SMK dan perguruan tinggi sebagai inovator muda, ke depan harus menjadi motor penggerak Kolaborasi Inovasi Desa dan Kolaborasi Inovasi Kelurahan untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

Penulis: Ad’M Editor: Adunk

 

Faktahukum on Google News