Jakarta, (FHI) – Dalam Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Kepala Daerah, pastinya para caleg / paslon pilkada berupaya semaksimal mungkin untuk bisa lolos dan duduk di kursi yang ditujunya. Mulai dari mempersiapkan program-program untuk kepentingan masyarakat sampai kepada atribut-atribut kampanyenya.
Pemilihan Calon Legislatif atau Pemilihan Pasangan Calon Kepala Daerah, bukan hanya negara yang menganggarkan keuangan untuk pesta demokrasi itu. Masing-masing pasangan calon pun baik calon legislatif mapun calon kepala/wakil kepala daerah harus menganggarkan keuangan yang tidak sedikit juga.
Terkadang dalam mengelola anggaran politik menuju kursi panas, tidak sedikit anggaran dijadikan alat untuk menghalalkan segala cara demi memuluskan simpatisan masyarakat (‘Money Politik’). Tidak sedikit para calon baik calon legislatif maupun Calon Kepala Daerah sudah mempersiapkan angaran tersendiri untuk diberikan kepada masing-masing kepala keluarga dengan tujuan agar satu keluarga itu memilih calon tersebut.
Hampir di setiap daerah tampaknya, kecurangan-kecurangan yang banyak dilakukan oleh para calon kepala daerah maupun calon legislatif adalah politik uang berupa jual beli kursi pencalonan, jual beli suara, dan suap kepada penyelenggara pemilihan.
‘Money Politik’ sudah seperi membudaya/tradisi dalam pesta demokrasi. Walaupun ‘Money Politik’ sudah jelas dan tegas dalam aturan Perundang-undangan Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, tampaknya tidak terlalu berpengaruh bagi Calon yang melakukannya. Padahal dalam aturan Undang-undang Pilkada itu menjelaskan terdapat sanksi bagi yang melakukan ‘Money Politik’ dan yang menerima. Seperti yang disebutkan pada pasal 187A disebutkan “Setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada Warga Negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
Dalam hal ini, faktahukum.co.id mencoba mewawancarai Seorang Direktur Law Institute, M. Anwar, S. H, M. H. Berikut petikan wawancaranya .
Bagaimana pendapat anda tentang proses demokrasi dalam Pilkada/Pilleg yang berlangsung di daerah?
Proses demokrasi di daerah harus berjalan secara bersih dan akuntabel sehingga hasilnya dapat melahirkan pemimpin-pemimpin yang bersih, kuat dan visioner dalam mensejahterkan rakyatnya…karena kesejahteraan rakyat tujuan utama dlm dmokrasi tanpa itu berarti demokrasi gagal menciptakan pemimpin pro rakyat
Bagaimana tanggapan anda mengenai ‘Money Politik’ dalam kampanye Pilkada/Pilleg?
Money politik itu haram, mencederai hukum dan dilarang dalam demokrasi yang baik dan bersih, karena itu money politik tidak di benarkan dalam demokrasi karena merusak sendi-sendi dan nilai-nilai luhur yang lahir di masyarakat sebagai salah satu pilar pelaku demokrasi. Intinya money politik harus di stop kalau mau menciptakan pemimpin yang bersih dan kuat
Bagaimana Menurut anda cara mencegah/mengantisipasi dari money politik tersebut?
Mencegahnya harus dari kita semua, yang terlibat dalam proses demokrasi tersebut sehingga tidak ada celah untuk melakukan money politik, namun yg tak kalah pentingnya adalah pelaksana demokrasi dalam hal ini yg di beri wewenang untuk bertidak seperti Bawaslu dan penegak hukum lainnya, bawaslu harus tegas dan tidak boleh berpihak kepada salah satu kekuatan politik karena itu hukum harus berjalan dan di tegakan setegak-tegaknya tanpa pandang bulu.
Kebanyakan pada umumnya tanpa ‘money politik’ dalam kampaye Pilkada/Plilleg pasti mendapatkan suara yang minim. Pendapat anda?
Ya itu hal lain, mungkin karena program yang di berikan kepada rakyat yang tidak maksimal, jdi tidak ada hub. Antara money politk dengan meraih suara yang banyak dalam sebuah demokrasi yg akuntabel dan bersih
Bagaimana menurut anda cara kampanye yang bersih tanpa memakai ‘money politk’ dan bisa mendapat suara unggul ketika pemilihan berlansung?
Caranya kampanye secara terprogram, agenda dan visi misi yang pro rakyat dan ketika jadi benar-benar di laksanakan tidk omong kosong. Klo perlu harus buat fakta integritas (janji) kepada rakyat bahwa kalo ingkar janji siap mundur sdebagai kepala daerah terpilih
Pertama, kewenangan Bawaslu Provinsi untuk memutus sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon bagi pasangan calon yang melanggar larangan menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lain untuk mempengaruhi penyelenggaraan pemilihan dan/atau pemilih.
Kedua, penegakan sanksi adminstrasi politik uang tidak menggugurkan sanksi pidana. Dua sanksi tersebut bisa diterapkan bersama tanpa ketergantungan proses satu sama lain.
Ketiga, pengaturan pidana yang tegas atas politik uang berupa jual beli kursi pencalonan, jual beli suara, dan suap kepada penyelenggara pemilihan. (mr)