Lihatlah Ini
Lihatlah Ini
NASIONAL

Inmemoriam Haji Harun, Wartawan dan Kolektor Benda Budaya

×

Inmemoriam Haji Harun, Wartawan dan Kolektor Benda Budaya

Sebarkan artikel ini

Aceh (faktahukum.co.id) – Siang itu Rabu 16 September 2020, di pusat Pasar Atjeh, Banda Aceh suasananya masih dipadati para pengunjung.Sepertinya kota ini bukan sedang dilanda covid 19.

Ruas  Jalan Tgk Chik Pante Kulu di jantung kota ini masih hingar bingar. Sebagian jemaah susulan baru saja keluar dari Masjid Baiturrahman yang megah itu.

↓↓ Gulir untuk Melanjutkan ↓↓
Pasang Iklan Disini

Deretan toko Emas Keuchik Leumiek di bilangan kota ini terlihat tertutup.Ini merupakan tradisi turun temurun. Setiap pukul.12.00 menjelang azan zuhur berkumandang, toko mas yang satu ini dipastikan tutup hingga pukul 14.00 Wib.

Tiba-tiba seseorang menyampaikan kabar duka.”Haji Harun sudah tiada”, tuturnya singkat sambil melihat layar Hpnya. Bagaikan menggelegar seluruh toko emas dan souvenir tutup.Kebanyakan mereka satu sama lainnya memiliki  tali persaudaraan. Kecuali pedang emas turunan China yang tetap buka.

Dalam sekejap berita tersiar dari Banda Aceh hingga Medan, Jakarta dan Kampung Yan, Kedah, Pulau Penang, Malaysia. Harun Keuchik Leumiek adalah salah satu tokoh  Pers Indonesia telah tiada.Dia juga tokoh budayawan, Dia juga seorang wartawan, Dia seorang Hartawan, Dia tergolong sosok Dermawan yang tidak pilih kasih dan pandang bulu.

Tak kalah penting dia masuk dalam kategori salah seorang kolektor ternama di Asia Tenggara. Nama Harun juga sangat terkenal di Perkampungan Aceh di Yan, Keudah, Pulau Penang, Malaysia.Betapa tidak, di sana Harun  ikut menyumbang sebuah bangunan permanen untuk para pelancong.Kini Bangunan ini menjadi kenangan berharga bagi warga di sana.

Di meseumnya, terdapat ratusan koleksi aneka benda budaya dan perhiasan tembaga, suasa, perak dan emas.Hiasan dan benda kono  berusia ratusan tahun itu memiliki nilai miliaran rupiah.

Dalam dunia jurnalistik, Harun sering mem-publish karya foto eksklusif hasil jepretannya sendiri.Poformancenya selalu necis dan bersahaja serta dekat dengan siapa saja.Pemilik mobil ber plat khusus BL 7 KL dan BL 77 KL serta  BL 7 A ini sangat mahir dalam dunia perkodakan (photografer) sejak 1960-an.Photografer piawai ini  mengoleksi ratusan foto jaman old hingga fota jaman now. Foto koleksi jaman old itu ikut menghiasi  halaman salah satu bukunya yang sangat nenarik.

“KL” itu singkatan nama orang tuannya bernama Keuchik Leumiek. Keuchik (Bahasa Aceh Red) artinya Kepala Desa (Kades). Leumiek itu sendiri memiliki arti lemah  lembut. Kebetulan masa kecil  KL ini lahir dalam masa kancah perang sengit  kolonial Belanda v s Kaum mujahidin Aceh. Pertumbuhannya agak sedikit lamban dan kurang lincah dibandingkan teman seusianya. Bahasa Aceh disebut leumiek-leubon tapi profilenya  sangat santun.

Pria KL kecil berpostur pendek kecil,  berkulit putih ternyata sangat bijak dan tegas dalam memimpin.Orang tuanya itu memang pernah menjabat Kades di awal kemerdekaan.Nama asli Keuchik Leumiek itu sendiri sesungguhnya Zakaria. Panggilan Leumiek lebih populer sejak usia dini. Pria taat  ini sangat anti  belanda.

BACA JUGA :   Asesor UKW Aat Surya Safaat Terima Press Card No. 1

Berbagai cara dilakukan dalam usaha pengumpulan dana untuk membantu para pejuang yang sedang mengusir belanda.Kaphee Belanda dianggap telah mengotori tanah leluhur kesultanan Aceh ketika itu.

KL kecil  ini terkenal jago main bola kaki dan pintar berniaga hingga sampai ke Trumon, Aceh Selatan dengan sepeda ontel merek gazelle. Ketika  acara berdoa dan takziah di kediamannya banyak pengunjung terpengah?Ternyata KL itu memiliki nama asli Zakaria. Bukan Keuchik Leumiek, sebagaimana predikat populer selama ini. Jadi malam itu secara agamais doa dipanjatkan untuk Harun bin Zakaria.

Warga Banda Aceh kini menambah sebutan beraksara  “KL” untuk masjid unik, indah dan cantik di bilangan Gampong Lamseupeueng Banda Aceh. Padahal plank namanya jelas tertulis, Masjid H.Keuchik Leumiek. Style masjid di atas tanah 3.500 meter dipadu empat menara yang mengelilingi kubah besar tunggal, menyerupai Masjid Nabawi, di Madinah.

Selain sebutan populer Masjid KL, para pengunjung kadang memberi gelar sebagai Masjid Emas.Mungkin warga tahu  masjid ini dibangun oleh Harun hasil niaga semata.Wajar. Andai orang melintas pada malam hari terlihat di atas kubah dan empat menara menjulang tinggi pengapitnya,  seakan terpencar gemerlapan  cahaya warna keemasan. Terlebih kilauan warna  itu menghujam ke dasar  sungai/Krueng Aceh yang indah. Kebetulan letaknya bersisian dengan masjid ini.

Meskipun masjid ini telah menjadi salah satu ikon baru, H.Harun Keuchik Leumiek tetap merahasiakan nilai investasi akhirati dari monumen spiritual yang dibangun ini.”Andai saya menyebutkan nilai bangunan ini,  bisa menimbulkan sifat keriaan. Allah SWT sangat membenci orang yang bersikap ria dalam beribadah” tuturmya. Argumentasi ini disampaikan ketika berbincang-bincang dengan saya di masjid ini Kamis 20 Agustus 2020.

Di Kampung ini sesepuh Pers Aceh dilahirkan dan di kampung ini pula seorang Harun kembali menghadap sang khaliq.Harun dimakamkan di bohom (makam) keluarga. Pada makam itu sudah duluan  ada makam kakak kandung, ayahnya dan ibunya. Posisinya berdekatan dengan kedua ortunya dan keluarga lainnya.

“Alhamdulillah kepergian bapak ketika masjid idamannya sudah selesai 100 persen,” ujar putra tunggalnya M.Kamaruzzaman alias Memet. Bentang luas masjid didominasi warna kuning keemasan dan hijau ini berukuran 34 x 22 Meter. Kini masjid KL atas biaya Harun sendiri  menjadi salah satu destinasi wisata religi baru di kota ini.

Menjelang kepergian untuk selamanya ini, Harun didampingi tiga putri dan istri tercintanya Hajah Salbiah (Penasehat IKWI Aceh) dan klg dekat lainnya. Putranya Memet sedang di Pasar Atjeh hendak membuka kedainya dan Beth, adiknya sedang kurang sehat di rumahnya.

Harun hanya mengalami sakit lemas biasa saja selama lima hari dan kurang selera makan. Tidak ada tanda-tanda akan pergi selama-lamanya, ungkap Beth panggilan akrabnya.

BACA JUGA :   Sertijab Satgas Marinir Ambalat XXIII, Menjaga Keamanan NKRI di Perbatasan

Selama sakit tidak ada petuah atau pesan khusus kepada satu putra dan empat putri itu.Dalam keluarga H. Keuchik Leumiek- Hj.Safiah hanya lahir seorang putra sebagai anak kedua. Itulah Dia adalah Harun, dari enam bersaudara. Begitu juga halnya dalam keluarga H.Harun- Hj. Sabiah sebagai anak kedua lahir seorang putra dari lima bersaudara,  M. Kamaruzzanan, S E.

Keseharian hidup Harun selalu mengutamakan ibadah, sebelum menggeluti bisnisnya.Soal petuah bukanlah hal khusus bagi anaknya. Hari-hari juga Harun selalu memberi petuah kepada anak, sanak keluarga dan handai taulan. Kepada putra putrinya selalu diingatkan tentang ketakwaan, menghormati satu sama lainnya.

Dalam kehidupan sosial masyarakat dilarang membentuk klaster, selalu mengedepankan sikap  sopan dan santu sesama umat dan saling bantu membantu.

HKL

Bagi kalangan pers sendiri panggil akrab untuk pemilik nama Harun Keuchik Leumiek ini disingkat dengan “HKL”.Dalam foto teks dan kode beritanya di surat kabar juga disingkat dengan HKL.Ada juga yang menulis dengan HAKAEL. Bagi HKL ini angka 7 sebagai anggka “keramat” atau angka lucky. Saya tak sempat bertanya pada mendiang kenapa setiap mobilnya menggunaka angka 7 atau angka 77 sebagaimana ujung nomor kartu halo hand phonenya berangka 77. Lengkapnya nomor HP yang bersangkutan adalah 0811681677.

Sebaliknya jika jika ditilik dari perjalanan hidup (lahir) dan meninggalnyanya, justru angka luckynya jatuh pada bulan September. Bukan 7.(19 September 1942-16 September 2020). Bakat niaga logam mulia ini diturunkan dari ayah KL. Ayahnya KL, seperti sengaja mengarahkan Harun kecil pada sekolah kejuruan SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Negeri Jalan Jakarta, Peunayong, Banda Aceh. Kini jalan itu telah berganti nama menjadi Jalan Maimun Saleh (Pilot pertama asal Aceh Besar).

Setamat di situ, Harun remaja melanjutkan ke jenjang SMK, Sekolah Menengah Ekonomi Atas(SMEA)Negeri Darussalam, Banda Aceh.Masih searah  dengan kedisiplinan ilmunya, Harun meneruskan ke jenjang perkuliahan di Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, di Kota Pelajar Mahasiswa (Kopelma) Darussala.Di sini Harun hanya mampu bertahan pada tingkat persiapan (tahun pertama saja). Ketika itu belum mengenal Sistim Kredit Semester(SKS). Walau terbilang jauh berbeda umur Harun dan saya sama alumni jenjang  sekolah menengah hingga tingkat fakultas yang sama. Bedanya,  saya bisa menggapai tingkat sarjana muda di jaman perpoloncoan itu.

Sebagaimana sikap orangtuanya, Harun juga mengarahkan putra tunggalnya M.Kamaruzzaman untuk melanjutkan kuliah pada fakultas yang sama hingga berhasil meraih gelar SE (Sarjana Ekonomi).

Harun dalam meniti karir jurnalistiknya berawal pada hasil karya fotonya saja.Karyanya selalu dimuat pada koran Mimbar Swadaya milik  Noerchalidyn pemilik Sabana Press. Tahun 1970-an HKL bergabung dengan Noechalidyn teman seangkatannya. Mimbar Swadaya inilah  cikal bakal SIUPP lahirnya Serambi Indonesia. Media ini ketika dicetak pada Percetakan Negara Banda Aceh.HKL satu-satunya wartawan ketika itu jika  meliput atau menghadiri undangan menggunakan mobil sedan Holden warna abu-abu.

BACA JUGA :   Di Hadapan Presiden, HMI Sampaikan Sembilan Tuntutan Rakyat Indonesia

Harun adalah anak kedua dari enam bersaudara sekaligus  putra tunggal pasangan H.Keuchik Leumiek- Hajjah Safiah.Ayahnya seorang utoh (pandai emas) merangkap saudagar emas terkemuka di Kutaraja (sekarang Banda Aceh Red). Masa remajanya di awal 1960-an Harun sudah memiliki hobby berkodak.

Dengan scooter piagio made in Italy, Harun muda ketika sering berkeliling kota bekas kerajaan ini sambil menyandang tustel merk seagull. Moncong kodaknya bisa ditarik menonjol ke luar. Masa itu tustel atau kodak  tergolong barang langka dan mewah bagi warga setempat.Bagi wartawan usang atau wartawan veteran sangat paham akan bentuk camera manual jenis SLR ini.

Dalam karir perdana sangat menonjol dalam tampilan buah karya berupa: Foto teks/Harun Keuchik Leumiek.Era berikutnya Dia pun mulai gemar menulis. Dari Surat kabar Mimbar Swadaya Banda Aceh dengan sistim letter press, Harun hijrah menjadi wartawan Mimbar Umum terbitan PT Madju Medan. Ketika itu Mimbar Umum sudah mulai terbit dengan sistim offset (plat cetak).

Masih di bawah binaan ayahnya, bisnis emas kian berkembang pesat. Orang tuanya tiba-tiba jatuh sakit dan menghadap sang khalik  akhir 1981. Dia terpaksa menyetir sendiri bisnis ini.Kamaruzzaman satu-satunya putra mahkotanya dari lima bersaudara pasangan H.Harun- Hj.Salbiah bin Husen, belum bisa membantunya. Memet ketika itu masih duduk di penghujung bangku sekolah dasar.

Bagi Harun, dunia kewartawanan tetap tak bisa lekang dari dirinya.Beberapa tahun berselang, Harun pindah ke Harian Analisa Medan sampai meninggal setelah zuhur 16 September 2020.Jabatan terakhirnya sebagai Kepala Perwakilan Analisa Aceh.

Harun sendiri lahir pada 19 September 1942.Rencananya pada Happy Birth Day(HDB) ke 78 ini akan diluncurkan buku Harun Keuchik Leumiek Sang Penyelamat Benda Budaya.

Bersamaan ini rencananya  juga dilakukan peresmian taman Masdjid H.Keuchik Leumiek yang megah itu. “Droe hadir eunteuk beuh”(saya diminta hadir) pada rencana acara  ceremony itu.Apa hendak dikata? Ternyata Allah menentukan lain. “Innalillahi wainnailaihi rajiun.Selamat jalan abang, jasa mu tetap dikenang orang”, bisik hati ku. Allah lebih dulu memanggilnya tiga hari menjelang ulang tahunnya ke 78.

Berkat sederetan buku karya tulis ini, telah mengantarkan HKL sebagai penyandang Press Card Number One (PCNO). PCNO adalah predikat karir tertinggi di Indonesia. Sekitar 18 tahun silam di masa saya memimpin PWI Aceh,  HKL pernah juga menerima Kartu PWI seumur hidup.

Sejak awal karirnya di dunia kewartawanan, HKL sudah mulail aktif dalam kepengurusan PWI Aceh awal 1980-an  mulai level paling bawah. Jobnya naik menjadi Wakil Bendahara, Bendara, Wakil  Ketua Bidang Kesejahteraan, Ketua DKD PWI Aceh  hingga akhir hayatnya masih berstatus.sebagai penasehat PWI Aceh.

(Adnan NS)

Faktahukum on Google News