Beranda OPINI Bela Paksa ‘Noodweer’ dan Begal

Bela Paksa ‘Noodweer’ dan Begal

1830
1
BERBAGI

Penulis adalah :
Anggreany Haryani Putri, SH.MH
Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Email : anggreany_haryani@yahoo.com

Berangkat dari kasus yang dialami oleh Mohamad Irfan Bahri alias MIB (19) korban begal di Jembatan Summarecon Bekasi pada hari Rabu dini hari, tanggal 23 Mei 2018,  dimana korban melakukakan pembacokkan kepada pelaku begal hingga tewas kita diingatkan kembali pada sebuah upaya hukum yang dibenarkan oleh Undang – Undang yang dikenal dengan istilah Noodweer. Arti kata Noodweer adalah pembelaan terpaksa hal ini tercantum dalam Pasal 49 butir (1) KUHP yang berbunyi: “Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum”.

Didalam peristiwa yang dialami oleh Mohamad Irfan Bahri jika kita kaji menurut kajian Hukum Pidana kita tidak bisa serta merta memasukkannya kedalam Noodweer tetapi harus terlebih dahulu mengkaji fakta-fakta yang didapati di Tempat Kejadian Perkara.

Dari beberapa sumber diketahuilah kejadian ini bermula pada saat MIB bersama temennya, AR pada Pukul 23.00 WIB berada di Alun-alun Kota Bekasi. Keduanya kemudian berpindah ke Taman Kota Bekasi dan pada pukul 01.00 WIB dini hari mereka menuju Flyover Summarecon untuk berfoto-foto. Pada saat berfoto-foto inilah keduanya didatangi AS dan IY dan dipaksa memberikan handphonenya.

Perkelahian pun terjadi, AS saat itu mencoba mengayunkan celurit ke MIB namun berhasil ditangkis menggunakan tangan oleh korban hingga lengan kanannya robek akibat sabetan celurit. Ketika ditangkis, korban langsung menendang kaki pelaku hingga jatuh, saat pelaku jatuh korban langsung mengambil celurit pelaku dan balik membacok pelaku.

Merasa sudah tersudut, kedua pelaku berusaha melarikan diri, IY saat itu langsung menarik AS dan hendak kabur membawa telepon genggam milik AR. Ketika pelaku mau kabur korban langsung melakukan penyerangan menggunakan celurit sambil minta HP temannya untuk dikembalikan, kemudian pelaku langsung mengembalikannya dan kabur. Dengan keadaan terluka, kedua pelaku kabur sedangkan Korban langsung pergi meninggalkan lokasi sambil membawa celurit dan topi milik satu diantara pelaku yang untuk kemudian dijadikan sebagai alat bukti dalam laporan kepolisian. Setelah kejadian tersebut korban langsung melaporkan kejadian ini ke Polresta Bekasi Kota sesaat setelah mendapatkan perawatan di salah satu rumah sakit kota bekasi. Sedangkan Pelaku pun mendapatkan perawatan di rumah sakit yang berbeda dengan korban.

Jika kita lihat dari kronologis yang terjadi maka terpenuhilah unsur – unsur Noodweer atau bela paksa, karena hal yang dilakukan oleh korban semata – mata hanya untuk melindungi dirinya dan harta bendanya dari kejahatan yang dilakukan oleh pelaku.

Untukmempertegas pendapat ini maka, kita perlu mengacu pada pendapat para ahli pidana diantaranya pendapat dari R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjelaskan apa yang dimaksud dengan Noodweer yaitu: Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk mempertahankan (membela). Pertahanan itu harus amat perlu, boleh dikatakan tidak ada jalan lain. Di sini harus ada keseimbangan yang tertentu antara pembelaan yang dilakukan dengan serangannya.

Untuk membela kepentingan yang tidak berarti misalnya, orang tidak boleh membunuh atau melukai orang lain. Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan yang disebut dalam pasal itu yaitu badan, kehormatan dan barang diri sendiri atau orang lain.

Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga. Ditegaskan pula dengan pendapat dari Andi Hamzah, mengenai unsur-unsur suatu pembelaan terpaksa (noodweer) adalah: Pembelaan itu bersifat terpaksa.
Yang dibela ialah diri sendiri, orang lain, kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain. Ada serangan sekejap atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu. Serangan itu melawan hukum.

Berdasarkan kajian tersebut maka, jelaslah bahwa pada kasus pembegalan ini MIB sebagai korban tidak dapat dipidana atas perbuatannya yang melakukan penyerangan terhadap pelaku menggunakan celurit milik pelaku yang mengakibatkan salah satu pelaku meninggal karena luka bacok dan satu pelaku lagi terluka. Karena perbuatan korban ini semata-mata untuk membela diri dan tidak ada niatan untuk melukai bahkan membunuh, yang korban pikirkan hanyalah bagaimana untuk membela diri. ***